Indonesia yang kaya akan pulau
dengan hutan menjadikannya sebagai salah satu negara dengan spesies burung yang
paling beragam di dunia. Beberapa peneliti biologi, terutama pengamat dan
antusias burung menjadkan Indonesia sebagai surge penelitian bioderversitas
burung, dngan lebih dari 380 spesies yang diantaranya endemik. Jumlah itu masih
terus bertambah, terutama dengan ditemukannya beberapa spesies baru di Papua.
Bila berbicara tentang spesies
endemik (endemis), apa yang dimaksud dengan endemik? Spesies endemik merupakan
gejala alami sebuah biota untuk menjadi unik pada suatu wilayah geografi
tertentu. Sebuah spesies bisa disebut endemik jika spesies tersebut merupakan
spesies asli yang hanya bisa ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak
ditemukan di wilayah lain. Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara, atau
zona tertentu.
Perbedaan yang harus diperhatikan
adalah spesies asli belum tentu spesies endemik. Namun spesies endemik pastilah
spesies asli wilayah tersebut. Misalnya seperti Harimau (Panthera Tigris). Harimau merupakan spesies asli Indonesia,
contohnya Harimau di Pulau Sumatera, Jawa dan Bali. Namun Harimau juga terdapat
di Thailand, Malaysia, India, bahkan Afrika. Hal ini disebabkan peningkatan permukaan
air laut (6.000 – 12.000 tahun yang lalu) yang menyebabkan terbentuknya
pulau-pulau di Asia dan akhirnya membuat harimau tersebut terperangkap di
daerah-daerah tertentu.
Ok, sudah paham masalah spesies
endemik!?
Kalau begitu lanjut…!!!
Banyaknya spesies burung di
Indonesia terutama spesies endemik terus terang membuat saya bingung untuk
memilih jenis mana yang akan di bahas pada artikel kal ini.
Ada 380 lebih spesies burung.
Ada 380 lebih spesies burung.
Bayangkan saja. Ada 380 lebih
jenis bro!!! dan itu semua masih hanya di Indonesia.
Pusing!!!
Namun setelah penelusuran
yang panjang, akhirnya Saya memutuskan
untuk memilih beberapa spesies burung yang menurut Saya cukup unik untuk
mewakili spesies burung di Indonesia. Beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. MALEO SENKAWOR (Macrocephalon maleo)
Maleo Senkawor atau Maleo, yang dalam nama ilmiahnya Macrocephalon
maleo adalah sejenis burung gosong
berukuran sedang, dengan panjang sekitar 55 cm, dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon.
Yang unik dari maleo adalah, saat baru menetas anak burung maleo sudah bisa
terbang Ukuran telur burung maleo
beratnya 240 gram hingga 270 gram per butirnya, ukuran rata-rata 11 cm, dan
perbandingannya sekitar 5 hingga 8 kali lipat dari ukuran telur ayam.
Burung ini memiliki bulu berwarna
hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki
abu-abu, paruh jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah-muda keputihan. Di
atas kepalanya terdapat tanduk atau jambul keras berwarna hitam.
Jantan dan betina serupa.
Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibanding burung
jantan.
Burng Maleo berasal dari Pulau
Sulawesi namun tidak semua tempat di Sulawesi bisa ditemukan maleo. Sejauh ini,
ladang peneluran hanya ditemukan di daerah yang memliki sejarah geologi yang
berhubungan dengan lempeng pasifik atau Australasia.
Populasi
hewan endemik
Indonesia
ini hanya ditemukan di hutan tropis dataran rendah pulau Sulawesi
khususnya daerah Sulawesi Tengah, yakni di daerah Kabupaten
Sigi (Desa Pakuli dan sekitarnya) dan Kabupaten
Banggai.
Maleo Senkawor adalah monogami
spesies (anti selingkuh bro…hehehe). Pakan burung ini terdiri dari aneka
biji-bijian, buah, semut, kumbang serta berbagai jenis hewan kecil.
Saat ini burung maleo mulai terancam punah karena habitat yang
semakin sempit dan telur-telurnya yang diambil oleh manusia. Berdasarkan
dari hilangnya habitat hutan yang terus berlanjut, tingkat kematian anak burung
yang tinggi, populasi yang terus menyusut serta daerah dimana burung ini
ditemukan sangat terbatas, Maleo Senkawor dievaluasikan sebagai terancam punah
di dalam IUCN Red List.
2. AYAM HUTAN HIJAU (Gallus varius)
Ayam hutan hijau adalah
nama sejenis burung
yang termasuk kelompok unggas dari suku Phasianidae,
yakni keluarga ayam, puyuh,
merak,
dan sempidan. Ayam hutan
diyakini sebagai nenek moyang sebagian ayam peliharaan yang ada
di Nusantara.
Ayam ini disebut dengan berbagai nama di berbagai tempat, seperti canghegar
atau cangehgar (Sunda), ayam alas (Jawa), ajem allas atau tarattah
(Madura). Ayam ini dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai Green
Junglefowl, Javan Junglefowl, Forktail, atau Green
Javanese Junglefowl, merujuk pada warna dan asal tempatnya.
Burung yang berukuran besar,
panjang tubuh total (diukur dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60 cm
pada ayam jantan, dan 42 cm pada yang betina.
Jengger pada ayam jantan tidak
bergerigi, melainkan membulat tepinya; merah, dengan warna kebiruan di
tengahnya. Bulu-bulu pada leher, tengkuk dan mantel hijau berkilau
dengan tepian (margin) kehitaman, nampak seperti sisik ikan. Penutup
pinggul berupa bulu-bulu panjang meruncing kuning keemasan dengan tengah
berwarna hitam. Sisi bawah tubuh hitam, dan ekor hitam berkilau kehijauan. Ayam
betina lebih kecil, kuning kecoklatan, dengan garis-garis dan bintik hitam. Iris merah, paruh abu-abu
keputihan, dan kaki kekuningan atau agak kemerahan.
Ayam yang menyukai daerah terbuka
dan berpadang rumput, tepi hutan dan daerah dengan bukit-bukit rendah dekat pantai.
Ayam-hutan Hijau diketahui menyebar terbatas di Jawa dan kepulauan Nusa Tenggara
termasuk Bali.
Di Jawa Barat
tercatat hidup hingga ketinggian 1.500 m dpl, di Jawa Timur
hingga 3.000 m dpl dan di Lombok hingga 2.400 m dpl.
Tak seperti keturunannya ayam
kampung, Ayam-hutan Hijau pandai terbang. Anak ayam hutan ini telah mampu
terbang menghindari bahaya dalam beberapa minggu saja. Ayam yang dewasa mampu
terbang seketika dan vertikal ke cabang pohon di dekatnya pada ketinggian 7 m
atau lebih. Terbang mendatar, Ayam-hutan Hijau mampu terbang lurus hingga
beberapa ratus meter; bahkan diyakini mampu terbang dari pulau ke pulau yang
berdekatan melintasi laut.
Galeri AYAM HUTAN HIJAU :
3. ELANG JAWA (Nisaetus bartelsi)
Elang Jawa atau dalam nama
ilmiahnya Nisaetus bartelsi
adalah salah satu spesies
elang
berukuran sedang yang endemik di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara
Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot
satwa langka Indonesia.
Elang yang bertubuh sedang sampai
besar, langsing, dengan panjang tubuh antara 60-70 cm (dari ujung
paruh hingga ujung ekor).
Ciri khas dari elang ini adalah kepalanya
berwarna coklat kemerahan (kadru), dengan jambul yang tinggi menonjol (2-4
bulu, panjang hingga 12 cm) dan tengkuk yang coklat kekuningan (kadang nampak
keemasan bila terkena sinar matahari). Jambul hitam dengan ujung putih; mahkota
dan kumis berwarna hitam, sedangkan punggung dan sayap coklat gelap.
Sebaran elang ini terbatas di
Pulau Jawa, dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung
timur di Semenanjung Blambangan Purwo. Namun
demikian penyebarannya kini terbatas di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan
di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.
Sebagian besar ditemukan di separuh belahan selatan Pulau Jawa. Agaknya burung
ini hidup berspesialisasi pada wilayah berlereng.
Elang Jawa menyukai ekosistem hutan hujan tropika yang
selalu hijau, di dataran rendah maupun pada tempat-tempat yang
lebih tinggi. Mulai dari wilayah dekat pantai seperti di Ujung Kulon dan Meru Betiri, sampai ke hutan-hutan
pegunungan bawah dan atas hingga ketinggian 2.200 m dan kadang-kadang 3.000 m dpl.
Pada umumnya tempat tinggal elang jawa sukar untuk dicapai,
meski tidak selalu jauh dari lokasi aktivitas manusia. Agaknya burung ini
sangat tergantung pada keberadaan hutan primer
sebagai tempat hidupnya. Walaupun ditemukan elang yang menggunakan hutan sekunder sebagai
tempat berburu dan bersarang, akan tetapi letaknya berdekatan dengan hutan
primer yang luas.
Mempertimbangkan kecilnya
populasi, wilayah agihannya yang terbatas dan tekanan tinggi yang dihadapi itu,
organisasi konservasi dunia IUCN memasukkan elang Jawa ke dalam status EN (Endangered,
terancam kepunahan). Demikian pula, Pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai
hewan yang dilindungi oleh undang-undang.
Galeri ELANG JAWA :
4. MAMBRUK UBIAAT (Goura
cristata)
Mambruk Ubiaat dalam nama
ilmiahnya Goura cristata, juga dikenal dengan nama Mambruk Barat,
Mambruk Biasa atau Mambruk Mahkota Biru, Goura cristata,
adalah salah satu spesies burung Mambruk atau Dara Mahkota yang merupakan kerabat merpati. Burung
berwarna biru keabu-abuan ini berukuran cukup besar dengan ciri khas mahkota
seperti renda di atas kepalanya serta bulu gelap di sekitar matanya. Baik
jantan maupun betina memiliki ukuran dan bentuk yang sama, akan tetapi jantan
biasanya berukuran lebih besar. Ukuran rata-ratanya adalah panjang 70 cm (28
inci) dan berat 2.100 grams (4,6 lbs).
Burung ini berkerabat dekat
dengan Mambruk Victoria dan Mambruk Selatan, semuanya
adalah jenis yang terbesar sekaligus yang tercantik dalam keluarga merpati (Columbidae).
Mambruk Ubiaat adalah hewan endemik Papua Indonesia, karena hanya ditemukan di
hutan hujan dataran rendah di bagian barat Pulau Papua
di wilayah Indonesia; jenis lain Mambruk menghuni bagian lain dari pulau ini.
Makanan utama burung ini adalah buah dan biji-bijian.
Penduduk asli Papua memburu
burung ini diburu untuk dimakan dan mendapatkan bulunya yang indah dan berwarna
biru. Akibat kehilangan habitat, sebarannya yang terbatas dan perburuan,
Mambruk Ubiaat dikategorikan sebagai spesies
rentan dalam Daftar Merah IUCN untuk spesies terancam. Hewan ini
didaftarkan dalam apendiks II CITES.
Galeri MAMBRUK UBIAAT :
5. CENDRAWASIH BOTAK (Cicinnurus respublica)
Cendrawasih Botak atau
dalam nama ilmiahnya Cicinnurus respublica adalah sejenis burung
pengicau berukuran kecil, dengan panjang sekitar 21cm long, dari
marga Cicinnurus.
Burung jantan dewasa memiliki bulu berwarna merah dan hitam dengan tengkuk
berwarna kuning, mulut hijau terang, kaki berwarna biru dan dua bulu ekor ungu
melingkar. Kulit kepalanya berwarna biru muda terang dengan pola salib ganda
hitam. Burung betina berwarna coklat dengan kulit kepala biru muda.
Endemik Indonesia,
Cendrawasih Botak hanya ditemukan di hutan dataran rendah pada pulau Waigeo dan
Batanta di kabupaten Raja Ampat, provinsi Papua Barat.
Pakan burung Cendrawasih Botak terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga
kecil.
Penamaan ilmiah spesies ini
diberikan oleh keponakan Kaisar Napoleon Bonaparte yang bernama Charles
Lucien Bonaparte dan sempat menimbulkan kontroversi. Bonaparte,
seorang pengikut aliran republik, mendeskripsikan burung Cendrawasih Botak dari
spesimen yang di beli oleh seorang ahli biologi Inggris
bernama Edward Wilson beberapa
bulan sebelum John Cassin, yang akan
menamakan burung ini untuk menghormati Edward Wilson. Tigabelas tahun kemudian,
ahli hewan Jerman
yang bernama Heinrich
Agathon Bernstein menemukan habitat Cendrawasih Botak di pulau Waigeo.
Berdasarkan dari hilangnya
habitat hutan yang terus berlanjut, serta populasi dan daerah dimana burung ini
ditemukan sangat terbatas, Cendrawasih Botak dievaluasikan sebagai beresiko
hampir terancam di dalam IUCN Red List. Burung ini didaftarkan dalam CITES Appendix II.
Galeri CENDRAWASIH BOTAK
Bagaimana? Unik bukan!?
Itu tadi beberapa spesies burung
endemik Indonesia yang sangat unik menurut saya. Kalu di artikel ini ada 5
(lima) jenis spesies burung, berarti ada 375 spesies lagi tersisa, bahkan lebih
yang belum dibahas. Seperti burung Jalak Bali, Rangkong, Nuri Tulaud, Kakaktua
Putih, Trulek Jawa dan Lain-lain.
Galeri spesies burung endemis
lainnya:
Jalak Bali (Leucopsar Rothschildi) |
Kakatua Putih (Cacatua Alba) |
Nuri Talaud (Eos Histrio) |
Trulek Jawa (Vanellus Macropterus) |
Jadi masih SANGAT BANYAK BRO!!!
Hehehe…
Sebagai warga masyarakat
Indonesia yang baik sudah seharusnya kita turut menjaga kelestarian alam kita,
agar kelestarian burung-burung tersebut tetap terjaga. Terutama bagi spesies
burung yang mulai terancam punah. Anda tidak ingin melihat mereka hanya sekedar
di foto bukan!?
Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar