Terompet dan kembang api. Dua hal ini menjadi ciri khas perayaan tahun baru, tidak hanya di Indonesia melainkan hampir di seluruh dunia. Namun pernahkah Anda berpikir, mengapa dua benda ini seakan-akan menjadi benda wajib pada Tahun Baru?
Beberapa hari menjelang momen pergantian tahun, jalan-jalan akan dipenuhi penjual dadakan yang akan menjajakan pernak-pernik Tahun Baru. Ada menjual terompe, topi, hingga kembang api. Khusus terompet, benda yang satu ini biasanya dibuat dengan rupa yang unik.
Bahannya pun beragam. Mulai yang dari bahan kardus daur ulang hingga bahan yang cukup mahal. Wajar jika harga terompet bervariasi. Selain melihat bentuk, biasanya orang memilih suara keras atau unik.
Terlepas dari hal tersebut, tradisi meniup terompet pada Tahun Baru memang tak muncul begitu saja. Beberapa pendapat sempat mengemuka. Salah satunya adalah pendapat yang menganalogikan terompet tahun baru dengan terompet zaman perang yang terbuat dari kulit kerang atau biasa yang disebut Sangkakala.
Sangkakala sendiri termasuk dalam perlengkapan perang yang berfungsi sebagai tanda dimulainnya atau berakhirnya sebuah peperangan. Seiring dengan perkembangan teknologi, bentuk sangkakala pun bertransformasi, baik dari bahan maupun fungsinya.
Kembali ke hubungan antara terompet dengan Tahun Baru, jika dipikir-pikir, fungsinya kira-kira sama. Pada zaman dulu, terompet berfungsi sebagai tanda dimulai dan berakhirnya peperangan. Kini, terompet tahun baru ditiup sebagai penanda berakhirnya tahun yang lama dan membuka lembaran baru pada tahun yang baru.
Kembang Api
Itu tadi tentang terompet, lalu bagaimana dengan asal-usul kembang api? Menurut sejarahnya, kembang api bermula dari ditemukannya petasan pada abad ke-9 di China. Singkat cerita, saat itu seorang juru masak tak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder) yang ada di dapur, yaitu saltpeter atau KNO3 (kalium nitrat), belerang (sulfur), dan arang kayu (charcioal).
Ternyata campuran ketiga bahan tersebut merupakan bubuk mesiu yang mudah terbakar. Jika bubuk mesiu itu dimasukkan kedalam sepotong bambu yang ada sumbunya, kemudian sumbu dibakar, mesiu akan meledak dan mengeluarkan suara ledakan keras.
Pada masa Renaissance, di Italia dan Jerman ada sekolah yang khusus mengajarkan pembuatan kembang api. Italia menekankan pada kerumitan kembang api, sedangkan di Jerman menekankan pada kemajuan ilmu pengetahuan. Hingga akhirnya muncul istilah Pyrotechnics yang mengambarkan seni membuat kembang api.
Berkat kemajuan teknologi, kini kembang api bisa bermacam-macam bentuknya. Ada seperti komet, pohon palem, bunga krisan, Planet Saturnus, sarang laba-laba, dan getah pohon. Khusus momen Tahun Baru, ada beberapa jenis kembang api yang sering digunakan salah satunya adalah firekrackers atau petasan yang sukses membuat telinga orang berdengung-dengung.
Ada juga fountains atau air mancur yang jika dinyalakan akan menciptakan semburan bunga api dan jatuh ke tanah. Sementara itu, ada juga pinwheels yaitu kembang api yang seperti tongkat diancapkan ke tanah, kemudian letusannya akan berputar, meluncur ke langit, dan menimbulkan ledakan indah seperti kincir angin atau bunga api.
Jika Anda tak mau repot menyalakan kembang api dalam jumlah banyak tetapi ingin hasil yang maksimal, silahkan gunakan repeaters. Biasanya kembang api ini dikemas dalam satu tabung atau kotak bersama-sama dan bisa dinyalakan dengan satu sumbu atau sekring. Ciri khasnya yaitu ledakan yang berulang-ulang dengan cepat dan ditembakkan ke langit.
Sumber : KOMPAS, 30 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar